04/06/17

Fanatisme yang Kacau

Hari-hari ini kita dihentak oleh situasi yang kurang enak, hari-hari ini kita dibangunkan kembali dengan fanatisme yang mulai berkembang dengan subur, menghancurkan rasa persaudaraan diantara kita, menciptakan ruang pemisah sementara akibat kasus-kasus yang sedang hangat dan cenderung fanatis yang sedang dialami oleh bangsa ini.

Fanatisme memang terkadang mengalahkan logika dan kewarasan, sehingga tidak bisa melihat secara jernih, sebenarnya permasalahan apa yang sedang terjadi. Ketika isu yang menyangkut fanatisme muncul maka tujuan utama para penyebar isu mudah sekali terkamuflase.

Bisa dianalogikan sebuah kisahnya seperti contoh dibawah ini.

Sebuah perusahaan kecap menciptakan sebuah kecap dengan merek A dan B, kedua merek tersebut diciptakan agar jika salah satu merek gagal dipasaran maka merek lain bisa menghandle kerugian perusahaan. Pemilik perusahaan kebetulan memiliki 2 orang anak yang dijadikan manejer pemasaran sekaligus memberikan sebuah kompetisi kepada anaknya agar bisa memajukan perusahaan menjadi lebih besar.

Kedua orang anak tadi saling berkompetisi dalam pemasaran, bagaimana cara menjual dengan baik sehingga kecap merek A dan merek B bisa menguasai pangsa pasar penjualan kecap. Mereka menciptakan tim pemasaran, melakukan pelatihan dan metode penjualan yang baik, dan tentu saja mendoktrin kelebihan-kelebihan masing masing produk kepada para marketer (penjual) di lapangan.

Doktrin mengenai kelebihan masing-masing kecap setiap hari dimasukkan ke dalam otak dan hati para marketing, agar mereka bisa mencintai produk dan menjual kepada masyarakat dengan bahasa yang baik dan mudah dimengerti oleh masyarakat.

Beberapa tahun berlalu, dan kemudian brand A dan brand B menjadi penguasa pasar, tingkat penjualan mereka selalu saja berselisih sedikit dan hanya mereka yang menguasai penjualan kecap di seluruh negeri bahkan di dunia.

Akibat sering menjual kecap dengan merek tertentu dan juga masyarakat tertentu yang terus menerus memakan kecap dengan merek yang sama, muncullah rasa cinta antara marketing dan konsumen pengguna kecap, sehingga lambat laun juga muncul dogma yang terpelihara dan tertanam didalam hati mereka, karena sudah merupakan kondrat manusia untuk memiliki "rasa".

Suatu ketika pengguna kecap A mengatakan bahwa kecap B tidak enak dan tidak bermutu, tentu saja marketing dan pengguna kecap B tidak terima akan penilaian itu, lalu terjadilah konflik antara pengguna kecap A dan kecap B bersama dengan marketing- marketing, terjadilah kerusuhan massal hanya karena penilaian terhadap rasa, fanatisme yang sempit.

Padahal jika dilihat dari awal, bahwa kecap tersebut dibuat dengan bahan yang sama, diproduksi di pabrik yang sama, yang berbeda hanyalah para marketing dan pangsa pasarnya. 

Fanatisme yang sempit akan mematikan logika.

(memahami diri sendiri sebelum memahami orang lain)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...